Sabtu, 28 November 2009

belajar dari sebuah pengorbanan

"Ibrahim dengan tulus mempersembahkan putra tercintanya, Ismail kepada Allah SWT. Tanpa tendensi, tanpa pretensi

Sungguh, Ibrahim telah memberikan teladan kepada anank cucunya tentang arti sebuah pengorbanan. Betapa skita sesungguhnya tidak memiliki apa-apa. Dia lah pemilik segalanya. Suatu saat ia akan mengambil apa-apa yang telah dititipkannya kepada kita. termask harta dan barang berharga.

Aku, entah keturunan Ibrahim yang keberapa juta, kali ini, harus belajar dari sebuah pengorbanan. tepat di malam idul adha, aku kehilangan milikku yang berharga. sebuah Hp sonyericson bertipe R 306. harganya sih tidak begiru mahal, tapi di hp tersebut banyak nomor penting yang kusimpan. Dan juga sms-sms penting yang sangat berkesan (ehm..)

singkatnya hp itu terjatuh di depan UIN dan ditemukan oleh seseorang yang berinisial A. Saat itu, aku yang sedang menuju arjosari balik lagi ke dinoyo untuk mengambil hp itu yang katanya sedang di bawa orang berinisial A tersebut. orang itu minta imbalan 150 ribu. dan itu sudah kusanggupi. tapi ternyata, orang tersebut mengingkari janhinya. dia tidak datang di tempat yang telah disepakati. alamatnya pun fiktif.

malam itu juga aku meluncur ke markas teater langit. aku minta pertolongan pada mbah jiwo untuk memberikan solusi apa yang harus aku lakukan. beliau meminjamkan hp nya untuk menelepon no ku lagi. tapi ternyata hasilnya nihil

akhirnya ketika pulang ke kontrakan aku mencoba meneleponnya lagi dari hp temanku. ternyata diangkat. dia bilang dia mau mengembalikan hp ku asalkan aku mau diajak menginap dihotel atau membayar 300 ribu! Gila! benar-benar gila!dia pikir harga diriku cuma dihargai 300 ribu??? apa memang dunia ini sudah mendekati hari kiamat? Apa sudah tidak ada lagio ketulusan dan kejujuran di dunia ini?

esok harinya aku minta tolong anak-anak teater langot untuk membantuku menghadapi orang itu. mereka udah datang keroyokan. tapi ternyata lagi-lagi. orang itu tak tepat janji. dan sampai sekarang hape ku masih ada di tangannya.

dari kejadian ini aku belajar, bahwa sekuat apa pun kita berusaha kalau Allah tidak menghendaki maka tiodak akan mendapatkannya. mungkin hp it bukan hak ku lagi. ada orang0rang yang enih berhak mendapatkannya. semoga Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. amin....

Sabtu, 21 November 2009

belajar dari Sajak Sebatang Lisong ( Rendra )

"Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka"

Sebuah penggalan sajak yang dibawakan Rendra dengan lantang benar-benar membuat hatiku bergetar dan tersadar dari tidur panjangku di masa lalu. Aku terbangun setengah melirik, menyingkirkan lipatan selimut tebal yang membungkus tubuhku. kulihat jam dinding yang berdetak. Baru saja kusdarai bahwa aku tertidur begitu lama.

Rupanya tidak hanya tubuhku saja yang tertidur tapi kuga jiwa dan pikiranku. selama ini aku melarikan diri dari kehidupan nyata. dimana lebih dari dua ratus juta jiwa menengadahkan tangan dengan mulut menganga. selama ini aku tinggal di menara gading berlapis emas dan menelan mentah-mentah teori-teori yang bu*****t lalu kumuntahkan lagi. Buku-buku hanya bertumpuk di meja lalu berakhir di tangan tukang loak seharga seribu per kilonya.

"Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata."

Rendra benar.... bahwa kita mesti turun ke jalan di bis-bis kota, di jembatan-jembatan, bersua pengemis-pengemis dan petani-petani yang kehilangan sawahnya. Untuk apa kita sekolah sekian tahun lamanya jika hanya berakhir di gedung-gedung bertingkat tak berjendela yang menafikan keadaan di luarnya.
Kita adalah masyarakat, bagian dari masyarakat, dan milik masyarakat.

Perlahan aku melihat bayangan kemunafikan yang selama ini menyelimuti tubuhku. Aku, mahasiswa sastra yang tak bisa melakukan apa-apa dengan teori sastranya. Lalu apa artinya climax, dan raising action, John Steinback, Nida, Chomsky yang selama ini dijejalkan ke telinga dan mataku.

Apa artinya pentas-pentas teater yang kukerjakan jika pada akhirnya tidak merubah keadaan.

"Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan."

Dan sekali lagi Rendra benar. Ilmuwan, akademasi tidak layak melacurkan ilmunya. melarikan diri dari kehidupan nyata, dan bersembunyi di puncak menara.

Malang, 22 November 2009

dalam pencarian yang hilang arah....