Minggu, 27 Desember 2009

TL datang ke Blitar



emang sih.... kalo dipikir-pikir postingan ni udah agak "expired". But, untuk mengabadikan sebuah moment yang indah bagiku, tidak ada kata terlambat:)

Kurang lebih tiga minggu yang lalu, tepatnya tanggal 12 Desember 2009, temen-temen dari Teater Langit datang ke rumahku. gak semuanya sih... hanya sekitar delapan orang saja. mereka datang ke rumahku dalam rangka "silaturahim" ( atau mungkin ada maksud lain??) he he he. who knows????

Gak kok temen-temen TL tu baik-baik, ramah-ramah..... apalagi kalo lagi nggojlokin orang. wuih... seru banget. he he he.
kedatangan temen-temen tu bertepatan dengan kepulangan ibuku dari menunaikan ibadah haji. so, rumahku yang ramai jadi semakin meriah dengan kedatangan mereka.

kita semua pergi jalan-jalan mengunjungi berbagai tempat wisata. seperti makam Bung Karno, Perpustakaan kota, dan candi penataran.
ni.. foto-foto kita yang paling heboh

Rabu, 16 Desember 2009

Untukmu Perempuan....

"Wis to Ndhuk... ra sah sekolah dhuwur-dhuwur. Ujung-ujungnya nanti ya ke dapur juga."Masih terngiang jelas, kata-kata Bulikku di suatu sore saat kami melipat kerdus kue bersama-sama. dengan serta-merta aku menjawab. " Tidak bulik, saya ingin terus belajar sampai ke Amerika.'

Rasanya sudah tidak jamannya lagi kalau kita berpikir persoalan perempuan hanya berujung pada "dapur, pupur, kasur." Memasak, berdandan dan melayani suami. sudah saatnya perempuan memiliki peran di dalam masyarakat. perempuan tidak hanya sebagai objek yang mengikuti arus zaman, tapi ia juga menjadi subjek sebagai penentu arah zaman.

kini, saatnya perempuan dihargai tidak hanya karena cantik atau jelek, tinggi atau pendek, semampai atau tidak. perempuan tidak hanya dihargai karena keelokan tubuhnya saja, tetapi juga intelektualitasnya. kalau dulu orang beranggapan bahwa perasaan perempuan lebih dominan, maka sekarang saatnya intelegensia perempuan diperhitungkan.

memang, secara kodrat perempuan punya kewajiban untuk mengurus suami dan anak. tapi, lebih dari itu, perempuan harus mempunyai keahlian dan ketrampilan tertentu untuk bekal hidupnya. bagaimana perempuan bisa menghidupi dirinya tanpa bergantung pada laki-laki. hal ini bukan berarti menafikan kewajiban laki-laki sebagai pencari nafkah, tetapi lebih menitik beratkan pada kemandirian perempuan.

Ibu Megawati, Corazon Aquino, Indira Gandhi, Khadijah, Aisyah pasti ujung-ujungnya ke dapur juga. tapi lebih dari urusan dapur, mereka mampu memberikan di dalam masyarakat. menjadi subjek dalam menentukan perkembangan zaman.

Sabtu, 12 Desember 2009

perempuan membunuh lelaki

Perempuan membunuh lelaki
tidak dengan belati
tapi dengan seulas senyum
di pagi hari
"selamat pagi"

Senin, 07 Desember 2009

Inasyscon 2009, my first international event



Kemarin, baru saja fakultas tempatku kuliah dan menuntut ilmu, Fakultas Ilmu Budaya, mengadakan sebuah even berskala internasional. Internasional Systemic Society Conference, adalah konferensi internasional pertama di FIB. Aku, sebagai salah satu dari sekian ratus mahasiswa ikut berpartisispasi dalam kepanitiaanya. Aku dan 19 orang mahasiswa lainnya telah lolos seleksi untuk menjadi panitia. sebelumnya, kami di interview dulu oleh dosen sampai akhirnya kami terpilih untuk ikut dalam kepanitiaan.

terus terang saja, sebagai mahasiswa biasa yang tidak banyak mempunyai kelebihan (IPK pas-pasan) , tentu saja aku bangga ikut serta dalam even ini. Konferensi yang berlangsung pada tanggal 5-7 Desember ini mendatangkan keynote speakers dari luar negeri. salah satunya adalah Prof MAK Halliday dan Prof Ruqaiya Hassan. Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan mereka yang teori-teorinya ku pelajari di bangku kuliah.

Dalam konferensi ini, aku melihat dengan kedua mataku, merasakan dengan hatiku, kehidupan para akademisi. dimana pra profesor dan jenius-jenius yang lainnya bertemu. aku mendengar apa yang mereka bicarakan, gurauan, sorot mata, dan gesture mereka. Dunia akademisi yang dipenuhi dengan penelitian, seminar, disertasi, yang tampak bagiku sebagai sebuah menara gading yang tak tersentuh rakyat biasa.

Jujur, aku begitu menikmatinya. Menikmati kehidupan di dalam menara gading. tapi, apakah aku bisa diam saja dan membiarkan masyarakat di sekitarku masih dalam kemiskinan dan kesengsaraan. karena itulah, aku berpikir untuk tidak hanya menjadi akademisi. tapi juga menjadi praktisi. aku ingin terjun ke masyarakat dan melakukan perbaikan-perbaikan di dalamnya. aku ingin mengabdi. aku ingin diriku bermanfaat. daripada hanya belajar teori muluk-muluk yang tak bisa menyembuhkan kelaparan dan kemiskinan mereka.

bukan berarti aku sentimen dengan orang-orang akademisi. aku hanya ingin semuanya balance. dimana terjadi keseimbangan antara belajar teori dan bagaimana mempraktikakannya. aku tidak hanya belajar rumus dan teori sastra tapi bagaimana dekat dengan karya sastra itu sendiri. dekat kepada masyarakatnya.....

Kamis, 03 Desember 2009

mengapa

mengapa...
mengapa harus seorang wanita yang mengalami hal ini
cinta sepotong kuku itu masih terlekat di hati
tumbuh dan terus tumbuh tanpa henti

kelewat sentimentil memang
berulangkali hatinya terdera
namun ia simpan luka itu dan menyematkannya di dada
seperti kuntum mawar yang tak habis-habis harumnya

sampai kapan ia akan terus menanti
dalam senyuman yang tak pasti
akankah penantian itu selamanya
dan rasa itu tak kan menepi
meski kapal telah berlabuh
.......
di dermaga yang teduh

Sabtu, 28 November 2009

belajar dari sebuah pengorbanan

"Ibrahim dengan tulus mempersembahkan putra tercintanya, Ismail kepada Allah SWT. Tanpa tendensi, tanpa pretensi

Sungguh, Ibrahim telah memberikan teladan kepada anank cucunya tentang arti sebuah pengorbanan. Betapa skita sesungguhnya tidak memiliki apa-apa. Dia lah pemilik segalanya. Suatu saat ia akan mengambil apa-apa yang telah dititipkannya kepada kita. termask harta dan barang berharga.

Aku, entah keturunan Ibrahim yang keberapa juta, kali ini, harus belajar dari sebuah pengorbanan. tepat di malam idul adha, aku kehilangan milikku yang berharga. sebuah Hp sonyericson bertipe R 306. harganya sih tidak begiru mahal, tapi di hp tersebut banyak nomor penting yang kusimpan. Dan juga sms-sms penting yang sangat berkesan (ehm..)

singkatnya hp itu terjatuh di depan UIN dan ditemukan oleh seseorang yang berinisial A. Saat itu, aku yang sedang menuju arjosari balik lagi ke dinoyo untuk mengambil hp itu yang katanya sedang di bawa orang berinisial A tersebut. orang itu minta imbalan 150 ribu. dan itu sudah kusanggupi. tapi ternyata, orang tersebut mengingkari janhinya. dia tidak datang di tempat yang telah disepakati. alamatnya pun fiktif.

malam itu juga aku meluncur ke markas teater langit. aku minta pertolongan pada mbah jiwo untuk memberikan solusi apa yang harus aku lakukan. beliau meminjamkan hp nya untuk menelepon no ku lagi. tapi ternyata hasilnya nihil

akhirnya ketika pulang ke kontrakan aku mencoba meneleponnya lagi dari hp temanku. ternyata diangkat. dia bilang dia mau mengembalikan hp ku asalkan aku mau diajak menginap dihotel atau membayar 300 ribu! Gila! benar-benar gila!dia pikir harga diriku cuma dihargai 300 ribu??? apa memang dunia ini sudah mendekati hari kiamat? Apa sudah tidak ada lagio ketulusan dan kejujuran di dunia ini?

esok harinya aku minta tolong anak-anak teater langot untuk membantuku menghadapi orang itu. mereka udah datang keroyokan. tapi ternyata lagi-lagi. orang itu tak tepat janji. dan sampai sekarang hape ku masih ada di tangannya.

dari kejadian ini aku belajar, bahwa sekuat apa pun kita berusaha kalau Allah tidak menghendaki maka tiodak akan mendapatkannya. mungkin hp it bukan hak ku lagi. ada orang0rang yang enih berhak mendapatkannya. semoga Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. amin....

Sabtu, 21 November 2009

belajar dari Sajak Sebatang Lisong ( Rendra )

"Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka"

Sebuah penggalan sajak yang dibawakan Rendra dengan lantang benar-benar membuat hatiku bergetar dan tersadar dari tidur panjangku di masa lalu. Aku terbangun setengah melirik, menyingkirkan lipatan selimut tebal yang membungkus tubuhku. kulihat jam dinding yang berdetak. Baru saja kusdarai bahwa aku tertidur begitu lama.

Rupanya tidak hanya tubuhku saja yang tertidur tapi kuga jiwa dan pikiranku. selama ini aku melarikan diri dari kehidupan nyata. dimana lebih dari dua ratus juta jiwa menengadahkan tangan dengan mulut menganga. selama ini aku tinggal di menara gading berlapis emas dan menelan mentah-mentah teori-teori yang bu*****t lalu kumuntahkan lagi. Buku-buku hanya bertumpuk di meja lalu berakhir di tangan tukang loak seharga seribu per kilonya.

"Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata."

Rendra benar.... bahwa kita mesti turun ke jalan di bis-bis kota, di jembatan-jembatan, bersua pengemis-pengemis dan petani-petani yang kehilangan sawahnya. Untuk apa kita sekolah sekian tahun lamanya jika hanya berakhir di gedung-gedung bertingkat tak berjendela yang menafikan keadaan di luarnya.
Kita adalah masyarakat, bagian dari masyarakat, dan milik masyarakat.

Perlahan aku melihat bayangan kemunafikan yang selama ini menyelimuti tubuhku. Aku, mahasiswa sastra yang tak bisa melakukan apa-apa dengan teori sastranya. Lalu apa artinya climax, dan raising action, John Steinback, Nida, Chomsky yang selama ini dijejalkan ke telinga dan mataku.

Apa artinya pentas-pentas teater yang kukerjakan jika pada akhirnya tidak merubah keadaan.

"Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan."

Dan sekali lagi Rendra benar. Ilmuwan, akademasi tidak layak melacurkan ilmunya. melarikan diri dari kehidupan nyata, dan bersembunyi di puncak menara.

Malang, 22 November 2009

dalam pencarian yang hilang arah....

Senin, 26 Oktober 2009

my essay

People of Paradox

America is considered to be a great country because of its power. America has priority in the United Nations to approve its policies. Dollar in America can also influence the changing value of money in the world. Despite its power, America does not impress me. I dislike one aspect of American culture. I think America and its people are paradox.

I say “people of paradox” because I know some inconsistencies between their policies, their human rights, and their actions. Looking back through American history, Thomas Paine, an intellectual and the most persuasive rhetorician during the fight for American Independence, wrote propaganda to separate from England. He said,” We have boasted the protection of Great Britain without considering that her motive was interest not attachment; and that she did not protect us from our enemies and our account, from those who had no quarrel with us on any other account, and who always be our enemies on the same account.” (Paine, Thomas, Common Sense, 1776). This means that he influenced the separation of Americans from British. America did not want to be conquered again.

But why in World War I and World War II , America build Triple Alliance with England in the fight against Russia, Italy, Germany, and Japan? How could they have the same enemies and be allies previously if they wanted their independence? Those are some questions in my mind.this shows inconsistencies of their policies.

Once more, in America’s Declaration of Independence says that , “ All men are created equal; that they are endowed by their Creator with inherent and inalienable right....” I consider this to be paradoxical too. I know how white people in America treated African-American. They treated them badly, cruelly. They employed them as slaves and whipped them when they made mistakes. Some masters also rapped the women and did not recognize their son. and daughter. They did that to breed cattle, in other words, to have cheap slaves.

Then, what happened in Iraq? Why did America fight against Iraq? There is not enough reason to fight against Iraq. Also how could they want to attack Iran? There is not enough evidence that Iran has nuclear energy to destroy the world. How about Afghanistan? They also attacked Muslims in Afghanistan. So how can American says that they respect human rights even though their actions are to the contrary?

In conclusion, I want to say that though America is considered to be a super power country in the world, they still have inconsistencies between their policies and their actions. Amerca should not participate too much in organizing other countries. They should respect human rights not only in their policies, but also in their action.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Rindu Bertanya

Cinta ku meluruh

dalam diam ku penuh

dalam duka yang sungguh

dalam lemahku rubuh

Nya Dia Setia

bedanya?

Aku rindu

dan lelahkui tersedu

lalu rebah dalam pasrah

PadaMu segala tubuh segala resah

aku menulis lagi.......

aku menulis lagi...
setelah dua bulan ini banyak hal yang terlewatkan
banyak hal yang datang dan pergi begitu saja.
sungguh, aku ingin mengabadikannya dalam sebuah tulisan. karena tulisan ibarat jejak-jejak yang terpatri, tak terhapuskan.
tapi, selama dua bulan ini rasanya tanganku tak sanggup untuk bersua dengan pena. berat sekali rasanya menulis, seperti mengalami sebuah trauma psikis yang begitu menakutkan.
luka hati yang begitu dalam, penyakit yang bersarang di otakku (yang mungkin) seumur hidup harus aku tanggung, rasa kecewa yang berkepanjangan atas kegagalan-kegagalan yang telah lalu. membuatku berhenti untuk menulis. setiap kali ingin merangkai kata, aku tak sanggup menuliskannya. rasanya sakit dan terlalu sakit.......... hingga aku mati rasa.

hari ini... detik ini... aku mencoba bangkit dan merenda kembali asa yang tersisa. ditengah kelelahan dan hati yang terdera. dan yang terpenting, sekarang aku bisa menulis (lagi)

Jumat, 12 Juni 2009

Selamat Ulang Tahun

seperti daun cemara yang selalu hijau
kau ingin seribu nyawa
bahkan reinkarnasi,
kalau perlu

aku tertawa
kehidupan bukanlah keabadian
begitu juga kematian
ada saat-saat yang harus kita bagi
dalam belahan waktu yang memburu
seiring detik jarum jam
dan aliran darah di bilik jantungmu

kue cherry ini untukmu
senyuman manis sahabat kuoles diatasnya
dari bulir air mata kubuat adonannya
meski hanya sebuah sajak sederhana
tetapi bukalah matamu, hai putri salju

ada sepucuk rindu di meja kerjamu

"Selamat Ulang Tahun"

Kamis, 21 Mei 2009

well educated vs unwelleducated

ada dua fenomena yang saling bertolak belakang di dalam hidup kita. mau tidak mau kita harus menjalani salah satunya. jalan hidup yang kita pilih menentukan kepribadian dan kualitas diri kita. ketika kita mendapatkan kesempatan untuk menikmati dunia pendidikan dengan bersekolah hingga jenjang s1, s2, bahkan s3, apa kah kita telah mendapatkan sesuatu yang lebih, dibandingkan orang-orang yang tidak mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan tinggi. well educated vs unwelleducated. manakah yang lebih baik? manakah yang cocok menjadi pilihan hidup kita?

edukasi, pendidikan, dunia akademik mengantarkan kita ke dalam dunia membaca, dunia buku, dunia kognitif yang berisi tentang pengetahuan-pengetahuan. baik ilmu pengetahuan alam, yang bersifat exact maupun ilmu pengetahuan sosial. mula dari sekolah dasar hingga menjadi mahasiswa kitaberlaku sebagai murid yang hampir tiap hari selalu menghadiri kelas, mendengarkan kuliah dosen atau pengajaran dari guru. dijejali dengan materi-materi atau diktat2, bergaul dengan orang-orang yang mempunyai kualitas intelektual yang cenderung baik. jika sepintas kita lihat memang hal -hal tersebut adalah hal yang biasa kita lakukan. tapi jika kita tinjau lebih lanjut, hal-hal tersebut harusnya menjadi sesuatu yang luar biasa jika menghasilkan perubahan pola pikir pada individu yang menjalaninya.

perubahan pola pikir berarti perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi paham, dari paham menjadi "ngerti". sebagai contoh ketika kita belajar tentang pertentangan atau segregasi ras di Amerika, maka kita akan menemukan karya-karya orang-orang Afro America (orang2 Afrika di Amerika) seperti Langston Hughes dengan I, Too, Sing Amerika nya, Alice Walker dengan The color Purple nya, Toni Morison dengan Sula nya, yang menggambarkan perlakuan tidak adil orang kulit putih terhadap orang kulit hitam di Amerika. Maka dari materi tersebut apa yang bisa kita dapatkan. apkah kita hanya menghafalkan saja dan tidak memahami maknanya. dari materi tersebut seharusnya kita dapat mengambil pelajaran yang berharga. dari situ kita bisa belajar bagaimana seharusnya memperlakukan orang lain yang berbeda ras ataupun warna kulit dengan kita. kita juga bisa mengambil hikmah bahwa senua orang memiliki hak dan derajat yang sama di dalam kehidupan. "every men were born to be equal."

sementara itu dunia non edukasi, bahkan mungkin dunia "jalanan", mengantarkan orang ubtuk berkecimpung di dunia praktisi. mereka terbiasa bersentuhan langsung dengan masyarakat umum. mereka lebih mengenal rrealita karena mengalaminya langsung. seperti misalnya pedagang di pasar. mereka mendapatkan pengetahuan dari pengalaman hidup sehari-hari. cara mereka berbisnis bahkan berdasarkan naluri. mereka tidak membaca buku tentang bisnis atau seminar enterpreunership. mereka tidak mengenal apa itu silabus dan diktat-diktat kuliah. orang yang seperti ini, apakah akan mengalami perubahan pola pikir?

Jika orang yang well educated mengalami perubahan pola pikir dari membaca karya-karya Jhon Steinback, Einstain, John Nash Jr, dan masih banyak lagi yang lainnya, maka orang-orang yang non well educated mengalami perubahan tersebut dari "gesekan" dengan kehidupan sehari-hari. jika mahasiswa bisa berpikir tentang bagaimana menghargai orang lain dari karya Toni Morrison, maka pedagang di psar bisa mengerti tentang bagaimana menghargai orang lain melalui interaksi sosialnya dengan para pedagang lain.

pada intinya, orang-orang terpelajar dan terpelajar harusnya sama-sama mendapatkan pencerahan dari apa yang telah mereka jalani sehari-hari. belajar tentang kehidupan, itu lah yang penting. memperolah kebiojaksanaan. itulah tujuan yang sebenarnya. wisdom adalah jeruji yang menguatkan roda agar ia terus berputar, tanpa terlepas. ia adalah roda kehidupan kita.
maka, tidak perlu mempertentangkan kelas mana yang lebih baik. well educated ataukah unwell educated. yang terpenting adalah bisa memaknai apa yang telah kita lakukan, memahaminya, dan memperoleh kebijaksanan, dan membwa perubahan dalam diri kita, orang lain, hingga masyarakat luas menuju yang lebih baik.

Rabu, 13 Mei 2009

aluamah

Cinta Mu tak henti-hentinya
mengalir pada cangkir kehidupanku
tapi waktu demi waktu
kutuangkan dosa
hingga tumpah segala

lalu aku tersedu
diatas sajadah kelabu
di bawah langit biru
memohon kembali Kau
guyurkan cinta Mu
seperti hujan deras menumbuhkan
pohon layu

Engkau tersenyum dan memelukku
dadaku sesak penuh rindu
saat itu bunga rumput bertasbih
penuh haru

setahun berlalu...

CintaMu terus saja mengalir
di cangkir kehidupanku
aku lupa pada rindu,syahdu, dan haru

dan kembali kutuangkan dosa
dosa
hingga tumpah segala

aluamah

cintaMu tak henti-hentinya
mengali

Jumat, 13 Februari 2009

Agropolitan "Mak Ti", kreativitas masakan "ndeso" yang populer



Siapa bilang makanan "ndeso" tidak populer? justru ketika anda pergi ke kota Blitar, anda akan menemukan pesona masakan "ndeso" di sebuah warung makan sederhana yang jauh dari keramaian kota. Desa Nglaos (begitu orang-orang menyebutnya) menjadi semakin terkenal dengan kehadiran Warung Makan Mak Ti. Bahkan mereka mempopulerkannya dengan memasang nama "Agropolitan Mak Ti" di papan penunjuk jalan.

Masakan yang dijual di warung Mak Ti memang bukan sekelas hamburger,pizza, atau steak. namun, sayur "lompong", "godong tela", "kulupan", "lele jendhil", "ayam goreng", seperti memiliki kekuatan "magnetis" yang membuat orang-orang ingin kesana. Meskipun tempatnya sederhana, (Mak Ti masih menggunakan "luweng" untuk memasak), para pegawai kantor, pejabat-pejabat, bahkan yang dari luar kota sering datang ke sana.

Mungkin itu karena "keistimewaan" yang Mak Ti tawarkan pada para pembeli. pembeli bebas memilih masakan apa yang disukainya. Mak Ti hanya mematok harga "lima ribu rupiah" untuk makan sepuasnya. Nambah nasi boleh, lauknya dobel juga boleh. pokoke limang ewu sak warege.

keramahaan dan kebaikan hati Mak Ti juga menjadi daya tarik tersendiri. saya punya pengalaman menarik tentang hal ini. Ibu saya pernah diberikan kortingan harga saat membeli di sana. " wis sing iki ra sah mbayar...."

ketika kedua kalinya saya makan di sana, saya melihat banyak perubahan di warung Mak Ti. kalau dulu "luweng" nya jadi satu dengan tempat makan, sekarang jadi terpisah. tempatnya juga lebih lebar. dan yang membuat saya tertarik adalah iklan-iklan yang terpampang di dinding warung Mak Ti. beberapa toko dan perusahaan terkenal mau memasang iklan di warung Mak Ti. seperti toko Hawaii dan salah satu produk kendaraan bermotor (saya lupa namanya).

saya pikir ini adalah sebuah krativitas yang patut diacungi jempol. Mak Ti berhasil mempopulerkan "masakan ndeso" dengan konsep yang berbeda. dengan suasana "kampung" yang asri membuat orang kangen dan ingin kembali ke sana.

Pemerintah daerah harusnya memberikan perhatian pada usaha ini. karena konsep Agropolitan Mak Ti berpotensi menjadi kuliner khas Kota Blitar. barangkali saja nanti bisa terkenal seperti angkringan di Yogya.

Selasa, 03 Februari 2009

"firasat"

bukan isyarat kata-kata
karena alam meniupkannya begitu saja
apakah kicau burung itu adalah dirimu yang menjelma

hanya soal waktu
yang akan menjawabnya

haruskah aku mengikhlaskannya
tanpa terbersit sebuah tanya

sungguh, aku ingin bicara padamu
sekali saja
saat bulan berwarna biru
dan hatiku abu-abu

apakah kebenaran itu milikku saja?

kau biarkan aku tersiksa
dalam ambigu mimpi dan nyata

firasat itu ada.


blitar, 3 januari 2009

Jumat, 23 Januari 2009

Diklat Teater Lingkar Part II

Pagi. langit biru. kicau burung. dinginnya udara.
saat matahari belum menyapa, aku menderas ayat-ayat cintaNya di balik tenda.

betapa alam adalah bukti nyata keindahan cinta Nya.


" mengenal diri sendiri saja tidak bisa, mau berlagak sok mengenal Tuhan." begitulah kira-kira yang diteriakkan salah seorang senior teater lingkar.

saat itu aku disuruh berendam di sungai. tak bisa kubayangkan betapa dinginnya. ditambah dengan instruksi-instruksi yang diteriakkan kakak seniorku.

aku merasakan aliran air yang menyentuh tanganku, kakiku dan seluruh tubuhku. dengan mata terpejam aku meraba halusnya pasir-pasir sungai hingga kasarnya bebatuan.

olah rasa, membuat jiwa kita lebih peka. aku meraba kulitku yang kedinginan. aku mencoba mengenali sebentuk tubuh yang selama ini menjadi tempat ruhku bersarang.

kakak seniorku semakin keras berteriak. bahkan dia mendalilkan kata-kata Imam Ghozali. " Kenali dirimu, baru kau mengenal Tuhanmu." kemudian dia menyuruh aku dan peserta diklat lainnya menggali pengalaman-pengalaman puitik yang pernah singgah di dalam hidup kami.

aku perlahan memanggil kembali memoriku yang telah kupendam. dengan mata terpejam, aku berusaha mengingat hal-hal lucu sampai hal-hal yang paling menyakitkan. aku tidak tahu bagaimana ekspresiku saat itu. yang pasti aku mengungkapkan perasaan marah, sedih, dan bahagiaku dan itu tidak membuatku lega. tapi merasakan sakit yang tak terkira.

kemudian, kakak senior terus saja memberikan berbagai instruksi. membayangkan suasana pantai, padang pasir, hingga kutub utara. padahal aku sudah mati rasa. tubuhku sudah tidak merasakan dinginnya air lagi. tapi tentu saja, aku ingin segera naik dan menghangatkan diri.

" Sekarang, bayangkan suasana tidur di kost masing-masing!" begitu teriaknya.
Tak ayal lagi, aku merebahkan seluruh tubuhku di sungai. sekujur tubuhku basah kuyup. aku tidur terlentang seakan tidur di kost an ku sendiri.

betapa semua itu membuatku peka. lebih peka malah. hingga aku tidak bisa melupakan apa yang terjadi padaku saat itu. setiap detik, setiap intonasi instruksi yang diberikan kepadaku. padahal dia menyuruh kami untuk melupakan semua yang terjadi hari itu.

tapi, tampaknya aku tak kan bisa. tak kan pernah bisa.


di akhir acara, kami dikukuhkan sebagai anggota resmi Teater Lingkar. wajah kami dicoreng-moreng dengan cat dan lumpur.

malu ? rasanya itu tidak perlu. bukankah ikut Teater berarti memutuskan satu "urat malu" di leher. :)

dalam perjalanan pulang, aku melihat dan "merasakan" aroma kelelahan menghiasi wajah teman-temanku. tidak hanya pesertanya saja, tetapi juga panitianya.

tak lama kemudian aku tertidur pulas, di dalam truk yang membawa kami menuju kampus tercinta. dan bukan berati "perjalanan sudah usai", tapi dari sinilah kami memulai..........

Diklat Teater Lingkar (Part I)

saat pertama kali aku tiba di tempat itu, kuhirup udara segar dan kunikmati hijau dedaunan. seakan mengobati rindu yang kupendam selama ini. rindu pada alam, mata air dan pepohonan.

Diklat lapang yang diadakan oleh Teater Lingkar kali ini berada di sebuah tempat yang sejak dulu ingin kukunjungi. Cubanrondo. sedikit mengherankan bahwa faktanya aku tidak pernah kesana, meskipun tempat kuliahku tidak begitu jauh dari sana.

" Mengapa kamu tertarik ikut Teater Lingkar?" Begitulah pertanyaan yang ditujukan oleh salah seorang senior kepadaku, disuatu malam yang dingin di sebuah jalan setapak yang minim penerangan. saat itu aku sedang di "interview" oleh para "petingggi" di Teater Lingkar.
aku berpikir sejenak. kukatakan semua ini bukan soal menarik atau tidak, tapi adalah suatu keinginan yang terpendam sejak lama. bahkan sejak aku pertama kali membaca buku-buku sastra dan mengenal dunia puisi. kira-kira lima belas tahun yang lalu.

aku tahu, mereka mungkin meragukan aku. seorang "jilbaber " yang bergabung di sebuah komunitas yang sangat berbeda dengan aktivitasku sebelumnya di LDK ( Lembaga Dakwah Kampus).
" Pada Dasarnya saya suka berada di sebuah komunitas yang heterogen. meskipun saya tahu, nantinya akan terjadi perbedaan dan konflik, karena memang semua orang tidak sama."

aku menyadari sepenuhnya bahwa keputusanku untuk bergabung di dunia teater ini syarat resiko dan mungkin saja "prasangka buruk" dari pihak-pihak yang belum memahami siapa diriku yang sebenarnya.
tapi, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku menyukai dunia seni peran sejak kecil. aku ingat, sejak taman kanak-kanak, permainan yang paling aku sukai adalah bermain drama bersama teman-teman. diam-diam aku membayangkan diriku menjadi sutradara dan menuliskan beberapa artis yang akan memainkan "film" yang aku buat.

'Teater adalah sebuah harmoni, dimana segala perbedaan disatukan. seperti pelangi yang berwarna-warni membentuk sebuah keindahan." begitu kira-kira yang pernah dikatakan salah seorang "guru teater" yang sangat aku hormati.'

Karena itulah aku ingin menyapukan kuasku dan memberinya warna. Aku ingin menjadi bagian dari harmoni itu, dengan warnaku yang berbeda.

Rabu, 21 Januari 2009

shocking!!!!!

sejak awal kuliah sampai semester 5, seumur-umur baru kali ini aku dikejutkan oleh "suatu hal" yang "kuharamkan" terjadi padaku. Nilai C,. aku paling alergi dengan nilai itu. karena aku berprinsip mata kuliah harus ditempuh sekali jalan. aku gak mau ngulang apalagi sp. karena itu lah I've tried so hard. targetku setiap mata kuliah minimal B.
tapi apa mau dikata. Takdir berkata lain. mata kuliah ini, yang bahkan kutargetkan minimal B+, ternyata jauh dari yang kuharapkan. nilai C+ terpampang je;as di KHS ku. seakan menertawakan aku. You are looser...
sejenak teringat perjuanganku mempelajari mata kuliah ini. begadang sampai jam 3 malam.
lari-lari ke kost an temenku buat nyari materi meskipun dikejar jam malam. aku sudah belajar mati-matian. but, finally....

yah... mungkin ini sudah kehendakNya. aku harus terima apa pun hasilnya. semoga ada hikmah yang bisa kupetik di kemudian hari.

dan aku masih menunggu nilai-nilai yang belum keluar...

hopefully everything will be fine...