Jumat, 23 Januari 2009

Diklat Teater Lingkar Part II

Pagi. langit biru. kicau burung. dinginnya udara.
saat matahari belum menyapa, aku menderas ayat-ayat cintaNya di balik tenda.

betapa alam adalah bukti nyata keindahan cinta Nya.


" mengenal diri sendiri saja tidak bisa, mau berlagak sok mengenal Tuhan." begitulah kira-kira yang diteriakkan salah seorang senior teater lingkar.

saat itu aku disuruh berendam di sungai. tak bisa kubayangkan betapa dinginnya. ditambah dengan instruksi-instruksi yang diteriakkan kakak seniorku.

aku merasakan aliran air yang menyentuh tanganku, kakiku dan seluruh tubuhku. dengan mata terpejam aku meraba halusnya pasir-pasir sungai hingga kasarnya bebatuan.

olah rasa, membuat jiwa kita lebih peka. aku meraba kulitku yang kedinginan. aku mencoba mengenali sebentuk tubuh yang selama ini menjadi tempat ruhku bersarang.

kakak seniorku semakin keras berteriak. bahkan dia mendalilkan kata-kata Imam Ghozali. " Kenali dirimu, baru kau mengenal Tuhanmu." kemudian dia menyuruh aku dan peserta diklat lainnya menggali pengalaman-pengalaman puitik yang pernah singgah di dalam hidup kami.

aku perlahan memanggil kembali memoriku yang telah kupendam. dengan mata terpejam, aku berusaha mengingat hal-hal lucu sampai hal-hal yang paling menyakitkan. aku tidak tahu bagaimana ekspresiku saat itu. yang pasti aku mengungkapkan perasaan marah, sedih, dan bahagiaku dan itu tidak membuatku lega. tapi merasakan sakit yang tak terkira.

kemudian, kakak senior terus saja memberikan berbagai instruksi. membayangkan suasana pantai, padang pasir, hingga kutub utara. padahal aku sudah mati rasa. tubuhku sudah tidak merasakan dinginnya air lagi. tapi tentu saja, aku ingin segera naik dan menghangatkan diri.

" Sekarang, bayangkan suasana tidur di kost masing-masing!" begitu teriaknya.
Tak ayal lagi, aku merebahkan seluruh tubuhku di sungai. sekujur tubuhku basah kuyup. aku tidur terlentang seakan tidur di kost an ku sendiri.

betapa semua itu membuatku peka. lebih peka malah. hingga aku tidak bisa melupakan apa yang terjadi padaku saat itu. setiap detik, setiap intonasi instruksi yang diberikan kepadaku. padahal dia menyuruh kami untuk melupakan semua yang terjadi hari itu.

tapi, tampaknya aku tak kan bisa. tak kan pernah bisa.


di akhir acara, kami dikukuhkan sebagai anggota resmi Teater Lingkar. wajah kami dicoreng-moreng dengan cat dan lumpur.

malu ? rasanya itu tidak perlu. bukankah ikut Teater berarti memutuskan satu "urat malu" di leher. :)

dalam perjalanan pulang, aku melihat dan "merasakan" aroma kelelahan menghiasi wajah teman-temanku. tidak hanya pesertanya saja, tetapi juga panitianya.

tak lama kemudian aku tertidur pulas, di dalam truk yang membawa kami menuju kampus tercinta. dan bukan berati "perjalanan sudah usai", tapi dari sinilah kami memulai..........

Tidak ada komentar: