Sabtu, 21 November 2009

belajar dari Sajak Sebatang Lisong ( Rendra )

"Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka"

Sebuah penggalan sajak yang dibawakan Rendra dengan lantang benar-benar membuat hatiku bergetar dan tersadar dari tidur panjangku di masa lalu. Aku terbangun setengah melirik, menyingkirkan lipatan selimut tebal yang membungkus tubuhku. kulihat jam dinding yang berdetak. Baru saja kusdarai bahwa aku tertidur begitu lama.

Rupanya tidak hanya tubuhku saja yang tertidur tapi kuga jiwa dan pikiranku. selama ini aku melarikan diri dari kehidupan nyata. dimana lebih dari dua ratus juta jiwa menengadahkan tangan dengan mulut menganga. selama ini aku tinggal di menara gading berlapis emas dan menelan mentah-mentah teori-teori yang bu*****t lalu kumuntahkan lagi. Buku-buku hanya bertumpuk di meja lalu berakhir di tangan tukang loak seharga seribu per kilonya.

"Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata."

Rendra benar.... bahwa kita mesti turun ke jalan di bis-bis kota, di jembatan-jembatan, bersua pengemis-pengemis dan petani-petani yang kehilangan sawahnya. Untuk apa kita sekolah sekian tahun lamanya jika hanya berakhir di gedung-gedung bertingkat tak berjendela yang menafikan keadaan di luarnya.
Kita adalah masyarakat, bagian dari masyarakat, dan milik masyarakat.

Perlahan aku melihat bayangan kemunafikan yang selama ini menyelimuti tubuhku. Aku, mahasiswa sastra yang tak bisa melakukan apa-apa dengan teori sastranya. Lalu apa artinya climax, dan raising action, John Steinback, Nida, Chomsky yang selama ini dijejalkan ke telinga dan mataku.

Apa artinya pentas-pentas teater yang kukerjakan jika pada akhirnya tidak merubah keadaan.

"Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan."

Dan sekali lagi Rendra benar. Ilmuwan, akademasi tidak layak melacurkan ilmunya. melarikan diri dari kehidupan nyata, dan bersembunyi di puncak menara.

Malang, 22 November 2009

dalam pencarian yang hilang arah....

4 komentar:

Unknown mengatakan...

makin mantap aje ne ibu....
sesekali memang kita perlu melongok keluar tuk sekedar menenangkan diri dan memberi ruang yg lebih tuk hati dan pikiran kita....

mbah jiwo mengatakan...

numpang mbaca mbak, belum selesai...besok lagi...

mj jaya mengatakan...

enwei mbak jum ndiri belum pernah mampir di blog kita2 bel...somse dia...

PakWow_Keren mengatakan...

ijin simak gan!

komen disik..

bacax ntr kalo sempet, hehehe...